BeritaBisnisNasional

Perang Rare Earth AS-Tiongkok, Ekonom: Indonesia Harus Bangun Ekonomi “Anti-Fragile”

103
×

Perang Rare Earth AS-Tiongkok, Ekonom: Indonesia Harus Bangun Ekonomi “Anti-Fragile”

Sebarkan artikel ini
sumber gambar: infopublik.id

Time Indonesia — Ketegangan dagang Amerika Serikat dan Tiongkok yang kini merambah ke sektor rare earth elements menjadi alarm bagi Indonesia untuk memperkuat desain ekonominya.

Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai momentum ini harus dimanfaatkan pemerintah untuk bertransformasi dari sekadar ekonomi tangguh (resilient) menjadi ekonomi yang tumbuh di tengah tekanan atau anti-fragile economy.

“Dunia sedang bergerak menuju periode yang lebih bising dan tidak pasti. Indonesia harus memperkuat pipa likuiditas ekonomi dalam negeri, bukan sekadar membangun tembok perlindungan. Desain kebijakan fiskal dan moneter kita harus menciptakan sistem yang hidup, bukan hanya bertahan,” ujar Fakhrul dalam keterangannya ke InfoPublik, Selasa (14/10/2025).

Menurut Fakhrul, langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menggerakkan kembali dana pemerintah ke sektor keuangan melalui perbankan merupakan strategi awal yang tepat dalam memperkuat perekonomian nasional.

“Kita tidak kekurangan uang, tapi sering kekurangan mekanisme penyaluran yang berani dan tepat. Sektor keuangan harus menjadi channel yang pro-pertumbuhan,” tegasnya.

Kebijakan ini, lanjut Fakhrul, penting untuk memastikan likuiditas pemerintah benar-benar mengalir ke sektor produktif, bukan berhenti di neraca perbankan. Ia menilai koordinasi erat antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menjadi faktor kunci, terutama di tengah tekanan global seperti ancaman tarif 100 persen dari AS dan pembatasan ekspor rare earth dari Tiongkok.

“Ketahanan ekonomi modern tidak datang dari aliran modal global yang tak pasti, tetapi dari arsitektur likuiditas domestik yang mengalir ke bawah,” ujarnya.

Fakhrul menilai kebijakan fiskal dan moneter jangka pendek perlu diikuti oleh reformasi pembiayaan menengah-panjang yang lebih berani. Ia menyebut ada tiga prioritas strategis yang harus segera diperkuat: pertama, Membangun sistem pembiayaan produktif berbasis risiko terukur, termasuk memperluas peran industri modal ventura dan instrumen pembiayaan inovatif bagi sektor riil.

Kedua, Menata ulang pengelolaan sumber daya alam strategis, terutama logam tanah jarang (rare earth), untuk memperkuat rantai nilai industri nasional, dan ketiga, Menjaga keberlanjutan fiskal dan kredibilitas moneter, agar kepercayaan pasar tetap stabil di tengah dinamika geopolitik global.

“Kita tidak bisa hanya bereaksi terhadap gejolak global. Setiap krisis harus menjadi momentum penguatan fondasi ekonomi nasional,” kata Fakhrul.

Fakhrul juga menegaskan bahwa Indonesia perlu melampaui konsep “ketahanan” menuju ekonomi yang benar-benar anti-fragile—yakni ekonomi yang tumbuh di tengah ketidakpastian.

“Dalam bahasa Nassim Taleb, ketahanan sejati bukan soal bertahan, tetapi bertumbuh melalui tekanan. Dunia sedang berubah cepat; Indonesia harus menata ulang desain ekonominya agar setiap guncangan menjadi sumber kekuatan baru,” ujarnya.

Menurutnya, perdebatan global mengenai rare earth adalah contoh nyata bahwa Indonesia perlu berdiri tegak di tengah arus perubahan dunia dengan memperkuat struktur ekonomi berbasis nilai tambah dan kepentingan nasional.

Sumber Berita: infopublik.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *