Time Indonesia – Hak atas informasi merupakan hak asasi warga negara. Setiap warga negara dilindungi haknya, bukan hanya mencari, tapi memperoleh informasi, menggunakan informasi, menyebarluaskan informasi untuk kepentingan diri dan lingkungan sosialnya.
Meski demikian, ketika seorang warga negara ingin memperoleh informasi dari sebuah Badan Publik, tentunya tidak semua informasi bisa diberikan begitu saja. Ada hal-hal yang memang perlu diketahui oleh masyarakat, ada juga informasi yang tidak bvisa diakses oleh masyarakat dari sebuah Badan Publik.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Selatan, Fauziah Erwin, dalam paparannya pada acara Bimtek Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Wilayah Indonesia Timur, di Wisma Kalla, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (24/7/2025).
Bimtek Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi di Wilayah Indonesia Timur tersebut mengusung tema Peran Strategis PPID dalam Mendukung Agenda Prioritas Nasional.
“Jadi ketika ada pemohon informasi yang datang, sepanjang informasi yang dimintanya, dan sepanjang si pemohon informasi sudah melakukan permohonan informasi sesuai dengan prosedur yang diatur oleh undang-undang dan Perki (Peraturan Komisi Informasi) itu semua sudah terpenuhi, maka bapak ibvu (PPID) wajib Bapak Ibu melayani pemohon informasi tersebut,” kata Fauziah.
“Akan tetapi, apakah semua informasi mesti diserahkan? Tidak Bapak Ibu. Karena regulasi pun mengatur bahwa ada metode selain menyerahkan, ada melihat, ada cukup memfoto informasi yang diminta pemohon,” lanjut Fauziah.
Ia menuturkan, transparansi merupakan fondasi demokrasi modern. Jika Indonesia menyatakan diri bahwa negara berdasarkan hukum dengan mengadopsi sistem demokrasi, maka transparansi dan keterbukaan informasi adalah hal yang niscaya dilakukan.
Menurut Fauziah, ada pemikiran keliru bahwa keterbukaan akan menyuburkan konflik vertikal dan horizontal, padahal keterbukaan pemerintahan justru menghindari terjadinya kesalahpahaman yang bermuara pada konflik. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik justru mengatur bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa dan berapa lama waktu yang tersedia untuk resolusi konflik.
“Ada juga persepsi keliru berasal dari pandangan bahwa penegakan hukum akan dilakukan tanpa jaminan terhadap hak asasi manusia, tanpa melalui prosedur, dan tidak adil. Padahal keterbukaan informasi merupakan implementasi dari good governance yang salah satu pilarnya adalah rule of law.
Ditambahkannya, visi besar Indonesia menjadi negara maju,adil, makmur dan berdaya saing global pada tahun 2045 yang bertepatan dengan peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
“Lantas peran keterbukaan informasi di mana? Peran keterbuka informasi, bukan sekedar pada tataran kepatuhan Badan Publik pada Undang -Undang 14 -2008, pada Perki 1-2021 dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain, melainkan harus ada sebuah strategi kokoh yang fundament untuk membangun kepercayaan, meningkatkan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya menyamakan langkah pusat dan daerah, menyamakan langkah presiden, menteri, kepala daerah, masyarakat sipil, dan masyarakat di akar rumput untuk sama-sama punya semangat yang sama, membangun dan mewujudkan Indonesia Emas 2045,” tutur Fauziah.
Dijelaskannya, keterbukaan informasi publik (KIP) menjadikan pengelolaan informasi menjadi transparan dan pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan publik. Keterbukaan informasi itu adalah salah satu elemen dari open government atau pemerintahan terbuka.
“Public trust atau kepercayaan publik ini mesti kita perjuangkan Bapak Ibu, karena tanpa public trust, cita -cita Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai. Kenapa? Karena setiap hal yang dilakukan oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah akan dikritisi oleh masyarakatnya, pemerintah menjadi terganggu dan tidak jalanlah program -program yang sudah kita rencanakan dengan baik tersebut. Bahkan akan bisa berdampak pada semakin melebarnya konflik sosial, konflik horizontal di masyarakat kita,” ujar Fauziah.