BeritaNasionalTekno & SainsTeknologi

Kementerian ESDM: Sebanyak 10.882 Pelanggan PLN Nikmati Aliran Listrik PLTS Atap

5
×

Kementerian ESDM: Sebanyak 10.882 Pelanggan PLN Nikmati Aliran Listrik PLTS Atap

Sebarkan artikel ini
Foto: Pekerja memeriksa panel-panel surya dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap pabrik Danone-AQUA Mambal di Badung, Bali. (ANTARA FOTO/ Nyoman Hendra Wibowo.)

Time Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap per Juli 2025 telah mencapai 538 megawatt peak (MWp) tersebar di 10.882 pelanggan PLN.

Hal tersebut disampaikan Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, melalui keterangan resmi, Selasa (2/9/2025).

Andrian Feby Misna mengatakan,  pemerintah menargetkan kapasitas PLTS atap bisa mencapai 1 gigawatt (GW) pada akhir tahun ini. “Harapan kami pada tahun ini untuk PLTS atap ini bisa mencapai 1 GW untuk PLTS atap sendiri, di luar PLTS lain,” ujarnya.

Secara total, target kapasitas PLTS atap hingga tahun 2028 adalah 2 GW. Target ini tersebar di berbagai wilayah: Jawa, Madura, Bali (Jamali) sebesar 1.850 MW, Kalimantan 104 MW, Sumatera 95 MW, Sulawesi 17 MW, dan Maluku, Papua, Nusa Tenggara (Mapana) 7 MW

Selain PLTS atap, pemerintah juga telah menetapkan target untuk PLTS skala besar. Hingga tahun 2034, target kapasitas total PLTS terapung dan PLTS darat mencapai 17 GW.

Lebih lanjutm Feby juga memaparkan potensi besar PLTS terapung yang mencapai 89,37 GW di 293 lokasi. Potensi itu  mencakup 14,7 GW di 257 bendungan Kementerian PUPR dan 74,67 GW di 36 danau.

Feby menyebutkan, saat ini beberapa proyek PLTS skala besar telah menunjukkan progres signifikan. Proyek-proyek seperti PLTS Terapung Saguling, Singkarak, dan Karangkates berada di tahap pra-konstruksi dengan total kapasitas 210 MW. Sementara itu, PLTS Terapung Cirata di Jawa Barat telah beroperasi dengan kapasitas 145 MW.

Selain proyek-proyek skala besar, pemerintah juga mendorong pengembangan energi surya melalui program dedieselisasi. Program tersebut merupakan kegiatan untuk mengganti penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar diesel dengan pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi terbarukan, seperti PLTS.

Pemerintah juga akan memanfaatkan dana APBN serta dana alokasi khusus untuk wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) untuk memastikan penyediaan energi bersih dan terbarukan di desa-desa terpencil.

Sattu hal, lembaga Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala besar menghadapi sejumlah tantangan. Apalagi pemerintah menargetkan untuk mencapai kapasitas PLTS 17,1 GW dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL).

Menurut Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra, tantangan pertama proyek PLTS terletak pada mekanisme pengadaan energi terbarukan. “Evaluasi terbesarnya adalah di mekanisme pengadaannya, bagaimana selama ini mekanisme pengadaan EBT (energi baru dan terbarukan) itu masih belum memiliki kerangka yang jelas,” kata Alvin, melalui keterangan resmi, Selasa (3/9/2025).

Meskipun ada perbaikan regulasi seperti Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 yang sebelumnya membatasi harga jual listrik, masalah pengadaan di PLN dinilai tetap menjadi hambatan.

Tantangan kedua terletak pada tahap persiapan proyek. Alvin mencontohkan proyek PLTS di Bali bagian barat yang terkendala masalah akuisisi lahan. Menurutnya, isu-isu seperti ini harus diatasi sejak awal untuk mencegah penundaan proyek.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya transparansi dalam perencanaan dan perizinan. “Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam perencanaan sistem, data, dan perizinan, misalnya melalui aplikasi,” kata Alvin Putra.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *