Time Indonesia – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan tengah menyusun standar nasional terkait Transit Oriented Development (TOD) guna mewujudkan sistem transportasi multimoda yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda (Dirjen ITM) Risal Wasal dalam sebuah paparan teknis pada acara press background Integrasi Transportasi Sektor Darat dan Perkeretaapian di Jakarta, Kamis (31/7/2025).
“Kami sedang merumuskan requirement atau standar tentang apa itu TOD Indonesia. Setiap wilayah, dari Jakarta sampai Sumatra, punya karakteristik berbeda. Kita ingin hadirkan definisi yang seragam namun adaptif terhadap kebutuhan lokal,” ujar Risal.
Menurut Risal, setidaknya terdapat 10 komponen penting yang harus hadir dalam satu kawasan TOD, seperti jalur transit, akses kendaraan pribadi, sepeda, fasilitas mid-use, hingga infrastruktur publik yang menunjang kegiatan warga. TOD, menurutnya, bukan semata kawasan transit, tetapi juga pusat kegiatan sosial-ekonomi seperti olahraga, belanja, hingga layanan kesehatan dan pendidikan.
Lebih lanjut, Risal menyampaikan bahwa pembangunan kawasan TOD harus mampu memberikan nilai tambah ekonomi bagi operator maupun masyarakat sekitar. Pendapatan dari core business transportasi – seperti tarif penumpang – harus dikombinasikan dengan potensi pendapatan non-tarif seperti sewa lahan, hotel, dan pusat perbelanjaan yang terintegrasi.
“Kalau bisa dikembangkan dengan benar, pendapatan dari kawasan TOD ini bisa menyokong keberlanjutan operator transportasi publik. Seperti di Jakarta, misalnya, operator sudah bisa meraih pendapatan dari non-core business hingga Rp800 juta,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa hal tersebut menjadi bagian dari misi pemerintah untuk mendorong operator transportasi menjadi entitas yang sehat secara finansial dan mandiri dari subsidi penuh. Namun demikian, mekanisme subsidi seperti Public Service Obligation (PSO) tetap diperlukan untuk menjaga keterjangkauan layanan bagi masyarakat.
Risal juga menyoroti perlunya kejelasan pembagian kewenangan antar lembaga, baik pusat maupun daerah, dalam pengelolaan kawasan TOD. Misalnya dalam hal pengaturan tarif, pengelolaan aset, dan penetapan fungsi-fungsi kawasan.
“Jangan sampai ada tumpang tindih. Terminal dibangun besar, tapi fungsinya tidak maksimal karena tidak terkoneksi dengan kawasan lain. Kita harus desain kawasan TOD yang menyatu, dari fungsi hingga bisnisnya,” tegasnya.
Penyusunan standar TOD nasional ini merupakan bagian dari mandat Ditjen ITM Kemenhub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), sekaligus mendukung agenda prioritas pemerintah dalam Asta Cita poin ke-5, yakni membangun kota dan permukiman yang layak, inklusif, dan berkelanjutan, serta poin ke-8: memperkuat konektivitas dan infrastruktur yang merata dan berkeadilan.