Nasional

Banjir Bandang Padang: 3.000 Warga Belum Pulang, Relokasi Jadi Solusi Jangka Panjang

514
×

Banjir Bandang Padang: 3.000 Warga Belum Pulang, Relokasi Jadi Solusi Jangka Panjang

Sebarkan artikel ini

Banyak rumah warga mengalami kerusakan berat, hilang terbawa arus, atau tidak layak huni. Selain itu, sebagian warga masih mengalami trauma, terutama mereka yang tinggal di bantaran sungai.

Kepala Pelaksana BPBD Padang, Hendri Zulviton, mengatakan bahwa sebagian pengungsi sebelumnya sudah kembali ke rumah masing-masing, namun ribuan lainnya masih bertahan di lokasi pengungsian.  “Awalnya jumlah pengungsi lebih dari 5.000 orang. Sekarang tinggal sekitar 3.000 orang. Banyak yang belum pulang karena rumah rusak, hilang, atau tidak layak huni. Ada juga yang trauma,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa warga yang tinggal di kawasan rawan tidak diperkenankan kembali ke lokasi semula dan akan direlokasi. BPBD saat ini tengah melakukan pendataan untuk menentukan lokasi hunian baru bagi warga yang terdampak permanen.

Menurut Hendri, banjir di Padang umumnya berupa banjir genangan yang cepat surut. Namun banjir bandang yang terjadi pada akhir November ini merupakan salah satu yang terparah dalam beberapa tahun terakhir.  “Biasanya banjir di Padang surut dalam dua sampai tiga jam. Tetapi banjir bandang kali ini berbeda dan menimbulkan banyak korban jiwa,” ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa banyaknya aliran sungai besar dengan hulu di wilayah Solok dan Pesisir Selatan membuat Padang memiliki potensi banjir yang tinggi. Curah hujan ekstrem memperbesar risiko terjadinya banjir bandang.

Empat kecamatan paling terdampak adalah Pauh, Nanggalo, Koto Tangah, dan Kuranji. BPBD telah menyiapkan pos pengungsian di seluruh wilayah tersebut.

“Penyaluran logistik berjalan lancar. Posko Utama terus memantau kebutuhan warga, seperti beras dan perlengkapan harian. Hingga hari ini tidak ada kendala signifikan,” kata Hendri.

Sementara itu, proses pembersihan material lumpur masih terus dilakukan oleh BPBD bersama dinas terkait, TNI, dan Polri menggunakan alat berat, mobil pemadam, serta mobil penyemprot air.

Hendri menambahkan bahwa pendataan dampak bencana dilakukan secara digital melalui Jitu Pasna, aplikasi kajian pascabencana yang distandardisasi oleh BNPB melalui Peraturan Kepala BNPB Nomor 5 Tahun 2017.  “Data dikumpulkan oleh RT, RW, lurah, dan camat. Semua data dimasukkan secara digital memakai format sesuai Perka BNPB,” ucapnya.

Data kerusakan dan kebutuhan warga tersebut akan menjadi dasar pemerintah dalam menyusun rencana pemulihan jangka panjang, termasuk kebijakan relokasi.

Hendri menjelaskan bahwa masa tanggap darurat berlangsung hingga 8 Desember 2025. Setelah itu, pemerintah akan memasuki tahap pascabencana.“Relokasi sedang dibahas, mulai dari penyediaan lahan hingga jumlah warga yang akan dipindahkan. Dalam waktu dekat akan ada rapat khusus untuk membahas hal ini,” katanya.

Sebagai langkah awal, pemerintah menyiapkan Rusunawa sebagai tempat penampungan sebelum warga dipindahkan ke hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap).

Hendri menegaskan bahwa kejadian ini menjadi pembelajaran penting bagi Kota Padang untuk memperkuat mitigasi bencana. “Kita harus meningkatkan kesiapsiagaan. Kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita,” ujarnya.

Ia berharap seluruh elemen masyarakat dapat bergerak bersama agar proses pemulihan berjalan lebih cepat. “Harapan kami, Kota Padang bisa pulih seperti sediakala. Pemerintah pusat, provinsi, kota, dan semua pihak bergerak bersama. Semoga kita tetap tegar, tangguh, dan waspada terhadap risiko ke depan,” tutupnya.

Sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *