Media Bangsa
Keterbukaan informasi publik bukan hanya sekedar kewajiban pada level administratif, tetapi harus menjadi budaya yang melekat dalam tata kelola pemerintahan Indonesia.
Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, dalam keterangannya terkait Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ke-16 dan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) ke-15 Komisi Informasi se-Indonesia 2025 di Tangerang, Banten, Senin (29/9/2025).
“Keterbukaan informasi publik menjadi budaya dan menjadi karakter yang khas dari penyelenggaraan negara kita dan bukan sekadar kewajiban administratif,” ujar Wamenkomdigi.
Oleh karena itu, Nezar mendorong Komisi Informasi se-Indonesia yang merupakan mitra strategis pemerintah, khususnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), memastikan terwujudnya keterbukaan informasi publik sebagaimana diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Kementerian Komdigi menempatkan Komisi Informasi sebagai mitra kunci dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif. Semoga Komisi Informasi Indonesia senantiasa menjadi penjaga terdepan hak konstitusional rakyat atas informasi,” tuturnya.
Nezar mengatakan, teknologi digital dapat dimanfaatkan menjadi alat untuk mendorong keterbukaan informasi publik yang lebih masif, cepat, dan merata.
Hal itu sudah dilaksanakan oleh Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang proaktif dan informatif memanfaatkan platform digital.
“Komisi Informasi dan Komdigi juga berada dalam episentrum perubahan-perubahan yang sangat menentukan masa depan dunia karena pengelolaan informasi dan ekosistemnya sangat penting saat ini,” tegas dia.
Namun, Nezar Patria mengingatkan tantangan besar di era digital, mulai dari misinformasi, disinformasi, hingga polarisasi sosial yang kini masuk dalam ancaman global.
Ia mengutip laporan Global Risk 2025 dari World Economic Forum dan menegaskan bahwa misinformasi dan disinformasi menempati posisi keempat dan kelima sebagai ancaman terbesar dunia.
“Kita hidup di era ketika semua orang bukan hanya pengguna, tetapi juga produsen informasi. Tantangan besar berupa disinformasi dan information disorder jika tidak dikelola dengan baik dapat berujung pada polarisasi sosial,” jelasnya.
Selain itu, Nezar mengingatkan pentingnya isu keamanan siber untuk mengantisipasi
serangan terhadap Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang pernah mengganggu layanan publik. Untuk itu, pelindungan data strategis dinilai harus menjadi prioritas.
“Keamanan data dan informasi ini sangat penting karena cyber security itu erat sekali posisinya dengan transformasi digital. Jadi, keamanan itu menjadi syarat mutlak ketika kita menjalankan transformasi digital,” tandas Wamenkomdigi.