Padang, TimeIndonesia– Sejumlah layanan digital pemerintah telah tersedia secara online dalam bentuk website maupun aplikasi mobile. Keberadaan layanan digital menjadikan pelayanan pemerintah lebih inklusif.
Namun, layanan digital pemerintah yang tersedia tidak sepenuhnya aksesibel bagi semua kalangan, misalnya tidak mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
Pemerintah pun menegaskan komitmennya dalam menyediakan layanan komunikasi dan informasi publik berbasis digital yang ramah bagi penyandang disabilitas, seperti melalui website.
Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Pasal 28 (F) UUD 1945 menyebutkan bahwa, “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Sementara itu, Pasal 24 UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas: Hak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: memiliki kebebasan berekspresi dan berpendapat; mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses; dan menggunakan dan memperoleh fasilitas informasi dan komunikasi berupa bahasa isyarat, braille, dan komunikasi augmentatif dalam interaksi resmi.
Direktur Aksesibilitas Suarise, Rahma Utami mengatakan secara global sudah ada pedoman atau standardisasi internasional untuk membuat website yang ramah bagi penyandang disabilitas. Standardisasi internasional itu adalah ISO/IEC 40500:2025. Ini merupakan standar teknis terbaru yang mengadopsi Panduan Aksesibilitas Konten Web (WCAG) 2.2 dari World Wide Web Consortium (W3C).
“Standar ini berisi rekomendasi untuk membuat konten web lebih mudah diakses oleh orang-orang dengan berbagai disabilitas, serta oleh pengguna lanjut usia, sehingga meningkatkan kegunaan web secara umum,” kata Rahma dalam acara Bimbingan Teknis Kebijakan Layanan Komunikasi dan Informasi Publik Berbasis Digital (LKIPD) bagi Penyandang Disabilitas dalam Mendukung Program Prioritas Nasional di LPP RRI Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Selasa (30/9/2025).
Rahma Utami menjelaskan, di Indonesia, untuk ranah privat, sejauh ini belum ada website yang menjadi benchmark dari implementasi WCAG. “Kalau yang 100 persen sudah mengimplementasikan WCAG belum ada, tapi kalau yang berproses untuk itu contohnya ada website Suarise atau ada juga website Panduan WACG, tapi ini hanya contoh, bukan benchmark,” jelas Rahma.
Rahma menegaskan, dalam membuat website atau aplikasi yang 100 persen dapat diakses oleh penyandang disabilitas itu sifatnya maraton. “Artinya kita harus latihan, lari kecil-kecil dulu, baru bisa lari yang jauh untuk jangka panjang. Jadi yang penting, pertama itu adalah mulai saja dulu,” pungkasnya.