Nasional

Pakar ITB: Galon Lama Lebih Rendah BPA-nya, Kemasan Polykarbonat Aman

27
×

Pakar ITB: Galon Lama Lebih Rendah BPA-nya, Kemasan Polykarbonat Aman

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi galon guna ulang polykarbonat. Foto: Supa AI
Ilustrasi galon guna ulang polykarbonat. Foto: Supa AI

Time Indonesia – Temuan ilmiah terbaru dari Institut Teknologi Bandung (ITB) memberikan pencerahan sekaligus pembantahan tegas terhadap berbagai mitos yang menyebutkan galon guna ulang berbahan polykarbonat (PC) berbahaya bagi kesehatan.

Hasil penelitian yang dipaparkan oleh Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB, Ir. Akhmad Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D., justru mengungkap fakta sebaliknya: kadar Bisphenol A (BPA) pada galon yang telah lama dipakai justru lebih rendah dan sama sekali tidak membahayakan manusia.

Penelitian itu menjadi fondasi kuat bagi objektivitas dalam menilai keamanan kemasan plastik dan menjadi rujukan penting bagi regulasi kemasan pangan yang berbasis data.

Zainal Abidin menjelaskan bahwa logika yang selama ini beredar di masyarakat adalah keliru. “Jadi sesungguhnya BPA paling banyak itu kapan? Ya saat galon itu baru, itu masih tersisa kimia pembentuknya,” ujarnya dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (23/9/2025).

Sebaliknya, galon guna ulang yang telah melalui banyak siklus pemakaian justru lebih aman karena sisa-sisa kimia pembentuk plastiknya telah banyak berkurang.

Ia menegaskan bahwa informasi yang menyatakan galon lama lebih berbahaya adalah informasi yang menyesatkan dan tidak memiliki dasar ilmiah. Pernyataan ini sekaligus meluruskan kekeliruan publik mengenai hubungan antara usia galon dengan tingkat paparan BPA.

Kekhawatiran akan akumulasi BPA dalam tubuh juga dibantah oleh ahli medis. Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Muhammad Alamsyah Aziz, memaparkan bahwa ambang batas aman migrasi BPA yang ditetapkan pemerintah adalah 0,06 mikrogram per kilogram.

Hasil penelitian Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menunjukkan bahwa kandungan BPA yang ditemukan dalam kemasan pangan masih sangat jauh di bawah ambang batas tersebut.

“Dibutuhkan jumlah yang sangat besar untuk bisa menyebabkan gangguan kesehatan,” tegas Alamsyah, yang juga menekankan bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme untuk mengeluarkan BPA melalui metabolisme, seperti urin dan feses, sehingga tidak terjadi akumulasi.

Pendapat senada disampaikan oleh pakar teknologi plastik, Dr. Wiyu Wahono, yang mengonfirmasi bahwa standar keamanan serupa diterapkan di Eropa. Kemasan PC tidak dilarang selama kadar migrasi BPA-nya masih di bawah Tolerable Daily Intake (TDI) atau ambang batas konsumsi harian yang dapat ditoleransi.

Untuk orang dewasa, dampak BPA baru akan terasa jika mengonsumsi air dalam jumlah yang tidak masuk akal, yakni sekitar 48 liter atau setara dua galon per hari secara konsisten.

Temuan itu makin mengukuhkan bahwa paparan BPA dari galon guna ulang berada pada level yang sangat minim dan tidak signifikan bagi kesehatan.

Di lapangan, Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) menjamin adanya pengawasan ketat terhadap siklus hidup galon guna ulang. Setiap galon yang kembali ke pabrik akan melalui proses pemeriksaan visual, kebersihan, dan kelayakan.

Galon dengan kondisi fisik yang sudah tidak memenuhi standar, seperti bocor atau terkontaminasi zat kimia, akan langsung dipisahkan untuk dimusnahkan, dengan masa pakai maksimum yang telah ditetapkan yaitu lima tahun. Prosedur standar itu memastikan bahwa produk yang sampai ke tangan konsumen benar-benar dalam kondisi prima dan aman.

Dengan demikian, sinergi antara temuan ilmiah dari akademisi, penegasan dari praktisi kesehatan, dan praktik industri yang bertanggung jawab menciptakan sistem jaminan keamanan kemasan pangan yang komprehensif bagi masyarakat Indonesia.

Sumber

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *